Petanttnews.com- Ada momen yang patut dicatat dalam purna tugas Drs. Jahang Fansi Aldus, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai. Bukan sekadar prosesi seremonial perpisahan, melainkan pengakuan tulus seorang bupati kepada sosok birokrat yang telah menorehkan jejak panjang pengabdian.
Aula Ranaka, Kantor Bupati Manggarai, Jumat (1/8/2025), menjadi saksi betapa pengabdian seorang abdi negara bisa meninggalkan gema panjang, bahkan setelah masa jabatan berakhir. Gaung tepuk tangan yang tak kunjung padam adalah bukti: penghormatan tertinggi tidak selalu datang dari simbol jabatan, tetapi dari jejak pengabdian.
Drs. Jahang Fansi Aldus, atau yang akrab disapa Sekda Fansi Jahang, resmi memasuki masa purna tugas. Selama 37 tahun 9 bulan, ia menapaki karier dari staf biasa hingga mencapai puncak sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai.
Jejak konkret kepemimpinannya jelas terbaca: mendorong rampungnya RPJMD 2025–2030, melantik 1.244 ASN PPPK, hingga memastikan 212 THL tetap memiliki pekerjaan. Catatan ini bukan sekadar angka, melainkan bukti nyata keberpihakan pada aparatur dan masyarakat.
Dalam acara penuh keharuan itu, Bupati Herybertus G.L. Nabit menyampaikan kesaksian yang melukiskan utuhnya figur Fansi Jahang.
“Beliau memulai dari nol, memahami betul setiap seluk-beluk pemerintahan. Kesabaran dan ketekunannya adalah contoh nyata bagaimana seorang abdi negara harus berproses,” tutur Bupati Nabit dalam sambutanya.
Kutipan ini bukan sekadar pujian basa-basi. Ia adalah penegasan bahwa Fansi Jahang telah menunjukkan bagaimana birokrasi seharusnya dijalani dengan kesabaran, ketekunan, dan konsistensi yang tidak mudah ditempa.
Lebih jauh, Bupati Nabit menambahkan, “itu adalah loyalitas yang paling murni, yang menempatkan tugas dan tanggung jawab di atas segalanya.”
Pernyataan ini memiliki bobot moral yang besar. Sebab di tengah dunia birokrasi yang kerap dipandang penuh kompromi, loyalitas murni justru menjadi barang langka.
Tak hanya itu, Bupati Nabit bahkan menyinggung dimensi personal hubungan mereka. Meski memiliki hubungan darah dan usia yang jauh lebih senior, Fansi tetap menempatkan tugas di atas kepentingan pribadi. Pengakuan ini semakin menegaskan bahwa loyalitas yang dimaksud adalah pengabdian yang menembus batas formalitas.
Di akhir sambutannya, Nabit menyampaikan ucapan terima kasih dan permohonan maaf dengan penuh ketulusan. Bagi seorang pemimpin, mengucapkan maaf di hadapan publik bukan hal kecil; itu menandakan betapa ia menghormati sosok yang kini menutup masa baktinya.
Sementara itu, Sekda Fansi Jahang sendiri menutup masa tugasnya dengan pesan sederhana namun sarat makna.
“Tugas saya sebagai Sekda telah usai. Namun, tugas kita untuk melayani masyarakat Manggarai harus terus berlanjut,” ucapnya, sambil meminta semua pihak mendukung Plh. Sekda yang baru, Lambertus Paput.
Pesan ini menunjukkan kelas seorang pemimpin. Bahwa yang terpenting bukanlah dirinya, melainkan kesinambungan institusi yang ia tinggalkan. Air mata yang tumpah dalam barisan salam perpisahan pun menjadi simbol paling jujur. Penghormatan bukan karena formalitas, melainkan karena keteladanan.
Penghormatan seorang bupati terhadap sekdanya adalah refleksi dari nilai yang dibangun bersama. Dalam senja kariernya, Fansi Jahang justru menghadirkan fajar inspirasi. Loyalitas, kesabaran, dan integritas yang ia wariskan akan terus hidup dalam birokrasi Manggarai.***





















