DAERAH  

Warga Bangka Kempo Kembali Laporkan Kades ke Polisi, Diduga Potong HOK dan Lakukan Pungutan Bansos

Bangka Kempo
Warga Laporkan kades Bangka Kempo, Kecamatan Rana Mese, Manggarai Timur, diduga kades melakukan pemotongan HOK Pekerja dan Pungutan penerima Bansos. Foto: Deniknet.

Petanttnews.com, Ruteng- Sejumlah warga Desa Bangka Kempo, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur, kembali melaporkan Kepala Desa mereka, Eduardus Jimianto, ke Polres Manggarai Timur.

Laporan yang disampaikan pada Jumat, 8 Agustus 2025, tersebut berkaitan dengan dugaan pemotongan biaya Harian Orang Kerja (HOK) dalam proyek desa serta pungutan terhadap penerima bantuan sosial (bansos) berupa beras.

Tiga warga datang ke ruang Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Manggarai Timur sekitar pukul 10.00 Wita untuk melaporkan sejumlah dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Eduardus selama menjabat sebagai kepala desa.

Marsel Janu (57), Sekretaris Tim Pengelola Kegiatan (TPK), menjelaskan bahwa pada 2024, pemerintah desa membuka akses jalan baru di ruas Lehong–Wae Dingin dengan anggaran senilai Rp220.230.400 menggunakan sistem padat karya.

“Masyarakat yang menggali jalan itu,” jelasnya yang dilansir dari DetikNet.id, Jumaat 8 Agustus 2025.

Menurut Marsel, berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB), total alokasi untuk HOK sebesar Rp147.210.406. Proyek tersebut berlangsung dari 15 Juli hingga 3 Oktober 2024, dengan rincian hari kerja meliputi pekerja laki-laki sebanyak 456 hari, pekerja perempuan 240 hari, serta dua orang TPK selama 67 hari.

“Dalam RAB, setiap pekerja dibayar Rp100 ribu per hari,” ujarnya lagi.

Jika merujuk pada total hari kerja, pekerja laki-laki seharusnya memperoleh Rp45.600.000, pekerja perempuan Rp24.000.000, dan dua anggota TPK sebesar Rp6.700.000.

Namun, Marsel mengungkapkan bahwa upah pekerja dipotong oleh kepala desa. Pekerja laki-laki hanya menerima Rp 70 ribu per hari, sedangkan pekerja perempuan Rp50 ribu.

“Untuk kami yang TPK, awalnya dia ingin membayar Rp 80 ribu per hari. Tapi saya tolak. Akhirnya dia bayar sesuai RAB,” katanya.

Ia juga menuturkan bahwa dana proyek dikelola langsung oleh kepala desa tanpa melibatkan TPK dalam pencairan dan pembayaran upah pekerja.

“Dia tidak menyerahkan dana kepada kami di TPK. Yang membayar HOK ke pekerja itu kepala desa sendiri,” tambahnya.

Selain itu, warga juga tidak dibayar atas batu yang mereka kumpulkan untuk keperluan pembangunan deker dan tembok penahan tanah (TPT).

“Saat itu, kami juga kumpulkan batu untuk proyek tersebut. Total nilainya sekitar Rp 5 juta, tapi tidak dibayar,” ujarnya.

Dugaan Potongan Honor Nakes dan Pungutan Bansos

Kepala desa juga dituding memotong honor tenaga kesehatan (nakes) yang bersumber dari dana desa. Aven Darus (32), salah satu warga, mengatakan bahwa ada tiga nakes yang menerima honor sebesar Rp500 ribu per bulan, namun dipotong Rp100 ribu setiap bulan.

“Di desa ini ada tiga tenaga kesehatan yang menerima honor dari dana desa sebesar Rp500 ribu per bulan. Tapi dipotong Rp100 ribu setiap bulan,” katanya.

Ia mempertanyakan kejelasan penggunaan dana potongan tersebut yang hingga kini tidak diketahui.

“Uang yang dipotong itu untuk apa dan dikemanakan?” tanyanya.

Eduardus juga dilaporkan memotong honorarium mantan aparat desa sebesar Rp1 juta per orang pada Desember 2023, dengan dalih untuk membayar pajak agar dana desa 2024 bisa dicairkan. Namun hingga kini, uang tersebut belum dikembalikan.

“Katanya untuk membayar pajak agar dana desa 2024 bisa cair. Kalau dananya cair, uang itu akan dikembalikan. Tapi sampai sekarang belum dikembalikan,” ungkap Yeremias Nani (34), suami salah satu mantan aparat desa.

Tak hanya itu, delapan mantan anggota PKK disebut belum menerima honor sejak April hingga Desember 2023. Albertus Sion, suami salah satu anggota PKK, menyebut bahwa honor yang seharusnya diterima adalah Rp150 ribu per bulan.

Di sisi lain, kepala desa juga diduga melakukan pungutan kepada penerima bantuan beras sosial pada 2024. Albertus, salah satu penerima bansos, mengaku diminta membayar Rp1.000 per kilogram.

“Saya salah satu penerima beras bansos. Saat itu, kades minta kami membayar Rp1.000 per kilogram. Saya hanya dapat 10 kilogram, jadi saya bayar Rp10 ribu,” ujarnya.

Albertus menambahkan bahwa warga pernah melaporkan dugaan pungutan bansos dan honor PKK yang tidak dibayarkan ke Polres Manggarai Timur pada 2024. Namun hingga saat ini, laporan tersebut belum ditindaklanjuti.

Hingga berita ini diterbitkan,  masih berupaya menghubungi Kepala Desa Bangka Kempo, Eduardus Jimianto, untuk memperoleh klarifikasi. Pesan yang dikirim melalui nomor WhatsApp pribadinya belum mendapat balasan.***