Petanttnews.com,Ruteng- Universitas Katolik Santu Paulus Ruteng, angkat bicara terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan salah satu dosen dan mahasiswi. Pihak kampus menegaskan bahwa seluruh proses telah berjalan sesuai mekanisme internal dengan mengutamakan perlindungan korban dan prinsip kerahasiaan.
“Setelah pendampingan awal, psikolog resmi memberikan laporan yang bersifat rahasia kepada pengurus yayasan, disertai dokumen pendukung sesuai ketentuan internal untuk kasus khusus dan prinsip perlindungan korban,” ungkap Rektor Unika Ruteng, RD. Manfred Habur, dalam jumpa pers, Kamis 27 November 2025.
Pendampingan tersebut berawal dari laporan korban yang menghubungi layanan psikolog kampus untuk berkonsultasi mengenai dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. “Sejak laporan tersebut diterima, kampus memastikan proses berjalan sesuai kode etik dan tidak dapat diintervensi oleh pimpinan, mengingat layanan konseling bersifat rahasia,” jelas RD Manfred.
Lebih lanjut, Rektor Unika Ruteng itu menjelaskan bahwa langkah pendampingan dilakukan sesuai Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024. Kampus memastikan kerahasiaan identitas korban, penyediaan ruang aman, serta pendampingan dan dukungan pemulihan psikis. Pihak kampus juga mengimbau semua pihak untuk menghormati privasi korban dan tidak menyebarkan informasi yang dapat memperburuk kondisi psikologisnya.
Selain pendampingan dan perlindungan, kampus juga mengambil langkah tegas berupa teguran tertulis hingga menonaktifkan sementara dosen yang diduga terlibat dalam kekerasan terhadap mahasiswa tersebut. Tindakan ini, menurut kampus, merupakan wujud komitmen untuk tidak mentolerir kekerasan dalam lingkungan akademik.
“Ketua Yayasan pada Kamis, 6 November 2025, menetapkan keputusan sementara berupa pembatasan tugas kepada terlapor sebagai langkah preventif guna menghindari potensi relasi kuasa yang dapat membahayakan mahasiswa. Keputusan definitif kemudian diambil melalui Rapat Pengurus Yayasan pada Rabu, 12 November 2025, yang memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan,” tegas RD Manfred.
Keputusan menonaktifkan dosen tersebut dilakukan melalui mekanisme internal lembaga. Pada Senin, 17 November 2025, psikolog kampus memberi tahu korban bahwa pimpinan telah menindaklanjuti laporan dan menjatuhkan sanksi. Informasi yang disampaikan dibatasi hanya pada pokok keputusan demi menjaga kerahasiaan proses serta kondisi psikologis korban.
Kampus Unika Ruteng juga menyampaikan apresiasi kepada korban yang berani mencari bantuan. Rektorat menegaskan bahwa segala bentuk pelanggaran etika, moral, maupun hukum tidak akan ditoleransi serta berkomitmen memperkuat pencegahan, mekanisme pelaporan, edukasi, dan pelatihan bagi seluruh sivitas akademika agar lingkungan kampus tetap aman dan bermartabat.***





















