DAERAH  

Anton Ali: Ucapan Maksi Ngkeros Bukan Kategori Kampaye Hitam

Anton Ali
Anton Ali, pengacara senior asal manggarai. Foto: Ist.

Petanttnews.com- Pernyataan calon bupati Manggarai Maksimus Ngkeros saat tatap muka di Kampung Rampasasa Wae Ri’i tidak masuk dalam kategori Kampaye hitam.

“Kalimat yang diucapkan oleh Maksimus Ngkeros merupakan sikap kritik yang konstruktif terhadap pemerintahan yang ada”, kata Anton Ali advokat senior asal Manggarai Barat kepada Wartawan, Jumaat sore (15/11/2024).

Karena kritik konstruktif, kata Anton pernyataan itu bukan kategori kampaye hitam, bukan juga kampaye negatif.
Bila menyebutkan nama subjek dari rezim itu bukan menyerang privasi seseorang tetapi mengkritisi kebijakannya melekat dengan predikat atau jabatan seseorang.

“Dikatakan kampanye negatif manakala Maksi Ngkeros menyerang privasi yang tidak melekat dengan jabatan,” kata Anton.

Anton Ali menjelaskan, ketika Maksi Ngkeros menyinggung soal status banyak isteri seseorang, atau perbuatan tercela lain di luar jabatannya. Bila itu yang dikatakan itu namanya negative campaign.

“Apa yang dikatakan Maksi Ngkeros itu merupakan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah yang persis Bupati yang tengah menjabat turut bertarung lagi bersama dengan Pak Maksi. Menyebut nama dari sebuah predikat (jabatan) dari seseorang itu tidak apa-apa. Yah, memang nama dari subjek itu kan berdasarkan predikatnya. Tidak mungkin Maksi Ngkeros menyebut nama subjek lain dari jabatan yang dimaksudnya,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan setiap daerah di Indonesia dan di belahan dunia manapun, setiap predikat Bupati ada nama orangnya. Begitupula, setiap predikat Gubernur dan Presiden ada nama orangnya.

“Tidak bisa disebutkan, Presiden RI 2024 adalah si Lautan. Tentu namanya Pak Prabowo. Kan ada nama dari setiap predikat atau setiap jabatan. Menyebut nama itu tidak apa-apa,” lanjutnya.

Menurutnya frasa menghancurkan Manggarai merupakan pernyataan sebab akibat.

“Kalau jalan rusak itu kan akibat dari tidak diperbaiki. Kalau tidak diperbaiki dan dibiarkan kan itu namanya menghancurkan”, imbuhnya.

“Sudah hancur dibikin tambah hancur. Anehnya, bila frasa itu menjadi tolok ukur pemberian penghukuman, yah yang dikritik di sana kan jabatannya bukan pribadinya. Bila rakyat Indonesia mengkritik Presiden tentu nama subjeknya harus jelas, yah misalnya Presiden Jokowi. Namanya jelas bukan karang-karangan. Bisa menyebut namanya karena yang namanya kritik bisa menyebut nama seseorang karena jabatan,” heran Pak Anton berkali-kali.

Jelas Anton, manakala pernyataan yang melaporkan Pak Maksi Ngkeros itu oleh pihak berwenang sebagai kampanye hitam, maka eksistensi aparat penegak hukum sangat diragukan. “Jelas-jelas bukan kampanye hitam ataupun fitnah,” tuturnya.

Dia menutupi, dalam pengurusan perkara harus memenuhi syarat formil dan materilnya pula. Yang pasti, kedua syarat itu menjadi pertimbangan keputusan hukum pula. “Pak Maksi itu tengah mengkritik sebuah predikat bukan memfitnah ataupun kampanye hitam,” pungkasnya.***